PENDAHULUAN
Bencana
kabut asap yang melanda Sumatera dan Kalimantan telah memasuki bulan ketiga,
berbagai upaya tanggap darurat gabungan telah
dilakukan Badan Nasional Penanggulangan
Bencana( BNPB) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta TNI/POLRI untuk memadamkan api. Namun sampai hari ini tanda-tanda asap
berkurang belum terlihat. Pemerintah sejauh ini telah mengerahkan 25 pesawat
dan helikopter untuk water bombing dan hujan buatan. 22.146 personil dikerahkan
untuk memadamkan api di 6 provinsi. Di Sumsel telah dikerahkan 5 helikopter, 2
pesawat Air Tractor water bombing dan 1 pesawat Casa hujan buatan. 3.694
personil gabungan TNI, Polri. Selain itu juga dilakukan langkah pembuatan canal
block untuk melokalisir daerah lahan gambut yang terbakar. Namun sampai
hari ini (11/10) masih terdapat sejumlah titik api di Sumatera dan Kalimantan.
Kebakaran
hutan dan lahan telah berdampak pada kadar pencemaran udara juga berada pada
kondisi terparah, berdasarkan data yang dirilis BNPB Indeks Standar Pencemaran
Udara (ISPU) di beberapa Propinsi yaitu Jambi, Riau, Sumatera Selatan dan
Kalimantan Tengah sampai minggu pertama Oktober 2015 masih berada dalam kategori BERBAHAYA bagi manusia. Ini artinya kondisi
udara tersebut yang dapat menyebabkan
iritasi mata, batuk, dahak dan radang tenggorokan bahkan kematian. Walaupun
sempat terjadi penurunan jumlah kadar asap beberapa hari namun potensi bencana
yang ditimbulkan masih sangat mungkin
terjadi kembali.
Korban
sudah berjatuhan, menurut data BNPB bencana asap ini
mengakibatkan sedikitnya 75 ribu jiwa(data 4/10) telah terjangkit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) dan sekitar 25 juta jiwa
masyarakat yang berpotensi terpapar
bencana asap, ini sangat potensial
terjangkit ISPA secara massal jika tidak
cepat diatasi.
Ditengah
ketidakjelasan kapan berakhirnya bencana asap ini, akhirnya pemerintah pekan
lalu (7/10) menyetujui untuk meminta bantuan
Negara-negara tetangga Malaysia, Singapura dan Australia untuk membantu pemadaman
api dengan pesawat khusus. Langkah yang
dilakukan pemerintah patut diapresiasi , namun saat ini puluhan juta masyarakat
yang telah 3 bulan lebih menghirup udara yang mematikan butuh kepastian dan
tindakan yang cepat dan tepat.
PERMASALAHAN
Pertama, permasalahan utama yang dihadapi dalam penanganan bencana asap di Sumatera dan Kalimantan adalah kesulitan memadamkan api dalam waktu yang cepat. Hal ini
disebabkan oleh kendala kondisi alam yang
kurang mendukung, petugas dilapangan sulit mendapatkan sumber air dan cuaca
yang kering serta luasnya wilayah yang
terbakar. Selain itu sarana dan prasarana terutama pesawat dan helikopter
khusus belum mencukupi karena luasnya sebaran titik-titik api.
Kedua, masalah
kedua yang menjadi penghambat dalam pemadaman hutan dan lahan ini secara
cepat dan tepat adalah lemahnya
koordinasi antar lembaga terutama dalam penegakan hukum terhadap pelaku
pembakaran baik perusahaan maupun perorangan. Bebasnya para pelaku dari jeratan
hukum menyebabkan kebakaran kembali berulang.
Ketiga, aspek kemampuan pemerintah daerah yang sangat
minim dalam menangani pemadaman kebakaran hutan dan lahan sekarang ini. Hal ini disebabkan sumber daya yang terbatas secara kualitas dan
kuantitasnya sehingga yang terjadi adalah ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.
Keempat, lambannya
pemerintah pusat dalam merespon potensi resiko bencana yang bakal terjadi sejak
awal. Padahal kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan ini telah
terjadi sejak Februari 2015. Disini
seolah-olah terjadi pembiaran oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
UPAYA PENYELESAIAN
Langkah-langkah
yang telah dilakukan oleh BNPB /SATGAS
Penanggulangan Asap dalam penanganan tanggap darurat bencana asap dalam waktu
hampir tiga bulan ini sudah sangat baik namun perlu ditingkatkan secara masif
dan menyeluruh. Luasnya daerah yang terbakar serta tersebar di 6 propinsi
menjadi alasan yang tepat untuk hal ini. Melihat perkembangan di lapangan saat ini kecil
kemungkinan asap segera hilang dari Sumatera dan Kalimantan dalam 1(satu) minggu kedepan. Padahal masyarakat sudah berada dalam kondisi
mengkhawatirkan terpapar akibat kabut asap selama 2 (dua) bulan lebih.
Banyak
pakar yang mengkritisi metode pemadaman lahan gambut dengan cara bom air. Pemadaman
lahan gambut dengan bom air menggunakan Helikopter selain biaya yang tinggi, lahan gambut juga tidak dapat langsung
padam begitu saja setelah disiram. Ini karena yang padam hanya bagian atasnya
saja sementara bagian bawah yang memiliki kedalaman mencapai 6 meter tidak terbakar
habis, bahkan hanya menimbulkan asap semakin banyak dan sewaktu-waktu dapat
terbakar kembali.
Permasalahan tidak
cepat dan tepatnya penanganan bencana asap tahun ini, sebenarnya harus sudah dapat
diantisipasi sebelumnya, BNPB melalui programnya memiliki kapasitas untuk itu.
Bencana kebakaran ini bukan baru kali ini
terjadi namun telah menjadi agenda tahunan didaerah yang sama. Sehingga
mekanisme dan metode yang akan digunakan sudah dapat diperkirakan. Keterlambatan pemerintah dalam menangani
bencana Ini juga bertentangan dengan prinsip Penanggulangan Bencana seperti
yang diamanatkan dalam UU no 24 tahun 2007 pasal 3 ayat (2)a dan b ; penanggulangan bencana dilakukan secara
cepat dan tepat serta prioritas.
Selain itu jika dilihat
dari jumlah masyarakat yang terdampak
langsung resiko bencana asap ini sebanyak 25 juta lebih dan sedikitnya 50.000
jiwa yang terjangkit ISPA. Dalam hal ini
pemerintah telah menyalahi Pasal 6 b UU no.24 tahun 2007 yaitu tanggung jawab
pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi diantaranya perlindungan masyarakat dari dampak
bencana.
Dalam
situasi seperti sekarang ini diperlukan pengerahan
kekuatan sumber daya bangsa yang lebih besar lagi. Perlunya mengevaluasi
kembali kinerja Satgas Operasi Darurat Kabut Asap yang telah melakukan
tugas selama satu bulan namun belum
terlihat perubahan yang signifikan di lapangan. Selain TNI/Polri masyarakat
perlu juga diberdayakan seluruh komponen masyarakat terutama masyarakat
terlatih seperti relawan yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu
perlu dilakukan langkah-langkah strategis sebagai berikut :
Pertama, mendesak pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh
kerja yang telah dilakukan selama hampir 5 (lima) bulan dan menetapkan target
pemadaman api dan asap dalam waktu maksimal minggu ke dua Oktober 2015. Sebab,
perkiraan BMKG awal November adalah perkiraan dimulainya musim hujan, ini
berarti hujan datang dan asappun hilang, masyarakat diselamatkan oleh alam dan
artinya Negara telah gagal menyelamatkan warganya, masyarakat merasakan ada
atau tidaknya Negara tidak ada pengaruhnya bagi mereka.
Kedua, mengerahkan segala
potensi Nasional untuk memadamkan api
dan menghilangkan asap sesegera mungkin, yaitu dengan melakukan percepatan penanganan pemadaman titik-titk api dengan
cara menambah kekuatan personil dilapangan, peralatan dan dana. Berdayakan semua potensi yang ada baik
pemerintah daerah, pihak swasta,
NGO/LSM, dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya.
Ketiga, segera melakukan
evakuasi terhadap masyarakat yang rentan terutama anak-anak, orangtua dan ibu
hamil ke tempat pengungisan yang layak dimana mereka bisa bernafas normal. Saat
ini dimana sekitar 25 juta jiwa terpapar kabut asap akan berpotensi menimbulkan
penyakit ISPA, maka perlu penanganan segera terhadap masyarakat di daerah
bencana terutama terhadap usia anak-anak ,orang tua, ibu hamil dan orang sakit.
Keempat, segera mendirikan
posko-posko kesehatan yang mudah dijangkau untuk meminimalisir jatuhnya korban
akibat ISPA.
Kelima, melakukan penegakan
hukum lebih intensif lagi untuk menghindari terjadinya pembakaran kembali dimasa
datang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Aspek Undang-Undang
Penetapan status kebakaran hutan dan
lahan di Sumatera dan Kalimantan sebagai Bencana Nasional belum dapat
dilakukan. Menurut UU No.24 Tahun 2007 pasal 7 menyebutkan bahwa Penetapan
status dan tingkat bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c memuat indikator yang meliputi jumlah
korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas
wilayah yang terkena bencana; dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Sesuai Undang Undang no.24 tahun
2007 BNPB memberikan masukan kepada
Presiden tentang hasil kajian tim kaji cepat BNPB tentang kondisi terkini dilapangan
untuk menetapkan status bencana kabut asap ini sebagai bencana nasional atau
bukan bencana nasional.
Dari 5 persyaratan tersebut diatas,
maka bencana asap Sumatera dan Kalimantan sekarang ini hanya point ke 3 saja yang belum terpenuhi yaitu kerusakan
parasara dan sarana. Sementara persyaratan point 1 ,2,4 dan 5 yaitu jumlah
korban, kerugian harta benda, cakupan wilayah dan dampak sosial ekonomi yang
ditimbulkan sudah dapat disimpulkan
terpenuhi. Dengan catatan yang dimaksud dengan korban disini adalah
bukan korban yang meninggal dunia, namun masyarakat yang berpotensi besar akan
mengalami kematian. Dari aspek kerugian harta benda sangat jelas sekali bencana
ini menimbulkan kerugian yang sangat besar. Ekonomi masyarakat lumpuh karena
mereka tidak bisa beraktifitas diluar rumah. Demikian juga dari cakupan wilayah
dan dampak sosial ekonomi. Aktifitas sekolah dan perkantoran tidak normal
akibat asap yang sangat pekat dan membahayakan.
Dari sisi pengalaman penanggulangan
bencana, bangsa Indonesia sudah banyak asam garamnya dibanding dengan Negara
tetangga yang akan membantu. Namun permasalahan saat ini adalah lebih banyak kepada sejauh mana kemauan
pemerintah untuk segera menuntaskan asap yang mematikan ini. Kita adalah Negara
besar, potensi dan sumber daya apa yang kita tidak miliki?? Sekali lagi, jika
pemerintah serius dan bersungguh-sungguh insya Allah asap bisa berlalu.
Sekian .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar